BERWAWASAN PEDULI LINGKUNGAN DAN
SIMULASI PEMADAMAN API SEDERHANA
Hari efektif terakhir di pekan pertama Februari ditutup dengan dua agenda penting yang
dirancang secara komprehensif, yakni ajakan berwawasan peduli lingkungan dan simulasi
pemadaman api sederhana. Kegiatan yang masih dalam barisan program Adiwiyata sekolah
ini menyasar semua siswa. Perlu kerja-kerja aktif untuk memicu daya sadar siswa agar
senantiasa menjaga kebersihan dan kerapihan di sekitaran sekolah.
Pukul 08.30 tepat siswa diminta meninggalkan kegiatan di dalam kelas. Matahari yang sudah
terik tidak menghalangi para siswa berbaris di lapangan basket sekolah. Titik aksi memang
harus dilaksanakan di tempat terbuka karena akan melibatkan api di salah satu kegiatan.
Penanggungjawab Kesiswaan mengambil komando untuk mengarahkan siswa agar berbaris
rapi.
Setelah semua siswa berdiri rapi, pembawa acara mulai memandu acara. Tanpa berlama-lama
agenda pertama langsung dimulai. Salah satu skema pada program Adiwiyata adalah
kampanye laku peduli lingkungan. Mengajak warga sekolah seminimalnya mau mengutip
sampah yang terlihat tidak di tempat semestinya. Mudah diucapkan memang tapi terkadang
sulit pelaksanaannya.
Siswa bermental Adiwiyata
Agenda pertama diisi dua pembina kader Sie Kampanye, Pak Rahmat dan Ibu Amin. Untuk
mengurangi rasa lelah siswa diminta melantai sambil khidmat mengikuti rentetan acara. Pak
Rahmat membuka dengan penuh semangat serupa ada api berbentuk sayap merentang dari
punggungnya. Enam informasi penting yang harus dituntaskan dalam 45 menit ke depan.
Siswa perlu diingatkan berulang kali permasalahan seleksi sampah. Kotak sampah sudah
tersedia di depan kelas masing-masing. Ada 21 ruang, itu berarti ada tempat sampah
berjumlah sama yang bisa digunakan secara leluasa oleh siswa membuang bekas makan atau
minum mereka. Belum lagi tempat sampah tambahan di beberapa titik di sekitar ruang guru.
Pak Rahmat dengan lantang mengategorikan tiga jenis sampah yang sudah dipisahkan
kotaknya: Organik, non-organik, dan inorganik. Di tengah lapangan telah disiapkan alat peraga
berupa tiga kotak sampah dan berbagai jenis sampah. Seorang siswa yang punya nyali diminta
maju untuk memilah dan memasukkan sampah ke dalam kotak sesuai peruntukkannya. Di titik
ini, Ibu Amin ikut serta menjelaskan lebih lanjut pentingnya memilah sampah..
Peralatan makan dan minum milik kantin adalah isu lain yang perlu ditangani. Banyak siswa
yang lahap menyantap nasi dan beraneka lauk di atas piring lalu diselesaikan dengan segelas
es teh. Namun, ada-ada saja yang hilang kesadaran mengembalikan wadah makan dan minum
itu ke pemilik. Sebagian hanya meninggalkannya di meja atau sekadar memasukkannya ke
wastafel. Aturan ini ditegakkan untuk mengatasi kebiasaan buruk tersebut. Untuk menjaga
ketertiban, siswa diimbau tidak membawa peralatan makan dan minum ke dalam kelas dan
hanya menikmati kuliner kantin di sana. Semuanya harus tuntas di kantin. Pantang balik kanan
sebelum kenyang.
Darurat sampah plastik
Di sekolah terdapat tiga lokasi khusus untuk menampung botol plastik bekas. Sampah bekas
minuman kemasan ditampung di wadah khusus yang lebih besar dari tempat sampah biasa.
Tujuannya jika sudah penuh akan didaur ulang atau diserahkan pada pengepul. Namun, situasi
ini semakin mengkhawatirkan. Limbah botol plastik semakin tidak terkendali. Rumah botol itu
bisa penuh hanya dalam lima hari efektif. Ini menunjukkan bahwa konsumsi siswa terhadap
botol sekali pakai sudah mencapai puncaknya.
Untuk mengatasi masalah ini, Pak Rahmat menegaskan bahwa pembelian air minum kemasan
harus dihentikan. Koperasi sekolah yang selama ini menyediakan air mineral akan beralih ke
galon sebagai alternatif. Siswa dapat membeli galon secara swadaya dan menggunakannya
bersama. Solusi ini lebih hemat dan memperkuat semangat gotong royong. Beralih dari botol
sekali pakai ke galon berarti siswa perlu memiliki wadah minum sendiri.
“Selain membawa tumbler untuk memudahkan kalian minum dan isi ulang kapan saja,
sekalian bisa membawa kotak makan sendiri. Jika belum diisi, kalian bisa membelinya di kantin
dan memilih makanan kesukaan kalian di sana,” tegas Pak Rahmat.
Terobosan ini setidaknya dapat mengurangi permasalahan botol plastik bekas yang melimpah.
Penumpukan sampah plastik yang berlebihan tentu saja bertentangan dengan semangat
Adiwiyata. Para wali kelas akan mengontrol kedisiplinan siswa dalam membawa tempat
makan dan minum sendiri
Perilaku hemat air dan energi
SMA Negeri 2 Playen berada di lokasi yang memiliki persediaan air melimpah. Setidaknya,
kebutuhan air untuk kamar mandi, penyiraman tanaman, dan wudhu dapat terpenuhi.
Masalah air biasanya berkaitan dengan kebocoran keran, pipa pecah, atau saluran tersumbat.
Saat air melimpah, sering kali muncul perilaku boros dan kurang menghargai keberadaannya.
Air sering kali disia-siakan dan dibiarkan terbuang begitu saja. Hal ini terjadi karena kepedulian
kita terhadap air sering kali hanya sebatas kata-kata, tanpa tindakan nyata.
Pak Rahmat dan Ibu Amin mengajak para siswa untuk lebih bijak dalam menggunakan air agar
mereka memiliki kesadaran untuk menjaga ketersediaannya. Gunakan air secukupnya saat
membasuh tangan atau tubuh. Jika terdeteksi keran atau pipa pecah segera melapor agar ada
tindakan membenahi segera. Pun, saat buang hajat air bisa diirit. Tatkala mensucikan diri
menjelang salat, keran air tidak perlu disetel terlalu deras. Secukupnya saja.
Perilaku lain yang perlu mendapat perhatian lebih lama adalah kebiasaan meninggalkan
ruangan tanpa mematikan kipas angin dan AC. Jika ditelisik lebih jauh, kebiasaan ini terjadi
karena adanya sikap saling mengharapkan. Muncul pemikiran, ‘Biar orang lain saja yang
mematikan.’ Karena semua orang berpikiran sama, akhirnya pendingin ruangan tetap menyala
meski ruangan sudah kosong. Penting untuk ditekankan bahwa setiap penghuni ruangan
memiliki tanggung jawab yang sama untuk mematikan perangkat listrik, termasuk lampu dan
proyektor. Setidaknya, siswa saling mengingatkan di awal dan akhir kegiatan.
Pamungkas agenda pertama ditutup dengan mesra oleh Ibu Amin. Beliau merangkum poin
poin yang sebelumnya sudah terjabarkan oleh Pak Rahmat. Siswa sudah menepi mencari area
lebih teduh untuk tetap fokus mendengarkan. Semua nasihat dan himbauan sudah
disampaikan, tersisa praktik baik yang mesti dijalankan dengan benar.\
Kebakaran dan cara memadamkan
Api dapat muncul secara tiba-tiba di lokasi yang tidak terduga. Maka dari itu perlu
pengetahuan untuk menghadapinya sebelum api membesar dan menjalar ke mana-mana.
Langkah mitigasi dasar adalah memastikan setiap warga sekolah memiliki pengetahuan dalam
memadamkan api. Tentu, hal ini harus didukung dengan peralatan sederhana untuk
membantu proses pemadaman..
Sesi kedua dipimpin oleh dua sekuriti sekolah yang telah mengikuti pelatihan pemadam
kebakaran. Semua alat peraga sudah disiapkan di lapangan, termasuk drum besi sebagai pusat
api, karung goni basah, dan APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
Lima belas menit pertama diisi dengan penjelasan tentang masing-masing alat dan cara
menggunakannya dengan benar. Semua siswa menyimak dengan saksama. Materi ini sangat
penting, sehingga setiap gerakan harus diperhatikan dengan baik. Setelah itu, simulasi
menghadapi api berkobar dimulai. Karena tidak semua tempat memiliki APAR, alternatif yang
bisa digunakan adalah kain tebal yang dibasahi air. Pada praktik kali ini, peserta menggunakan
karung goni.
“Yang paling utama saat menghadapi api adalah ketenangan. Jika rasa tenang tidak bisa
dicapai maka akan sulit menjinakkan kobaran.” Pesan salah satu sekuriti yang
mendemonstrasikan pemadaman api menggunakan karung.
Karung goni basah sudah terlentang di atas lapangan bersemen. Sang instruktur perlahan
mengangkat karung coklat itu, meremas kuat kedua ujungnya. Sesuai instruksi awal, seluruh
bagian tangan harus dibalut dengan lipatan karung untuk melindungi dari panas api.
Sementara itu, tong penampung api telah menyala terang sejak tadi. Kembali diingatkan
bahwa ketenangan adalah kunci. Dengan langkah mantap, instruktur semakin mendekati
tong. Dengan nyali yang matang, karung goni segera menutupi permukaan tong. Udara di
dalam tong semakin menipis, membuat api perlahan padam. Asap putih yang muncul
menandakan api telah padam sepenuhnya.
Momen yang paling dinantikan adalah aksi memadamkan api dengan APAR. Banyak siswa
mungkin belum pernah melihat langsung bagaimana tabung merah terang ini digunakan. Rasa
penasaran membuat mereka tetap antusias menyaksikan. Di gedung-gedung milik
pemerintah, seperti sekolah, keberadaan APAR wajib hadir. Potensi munculnya api bisa kapan
saja, bahkan di titik tak terlihat oleh perhatian (blind spot). Warga sekolah setidaknya perlu
tahu cara menggunakannya, meskipun saat kebakaran terjadi, tidak semua harus langsung
turun tangan.
Ada dua siswa yang menawarkan diri unjuk aksi langsung pasca sekuriti mempraktikkan cara
penggunaan APAR yang benar. Terlihat mudah tapi ada tata tertib yang mesti diikuti agar api
bisa dikendalikan. Siswa dengan mudah dapat melenyapkan api menggunakan APAR. Meski
pengetahuan ini sudah tertanam di dalam kepala, kita tetap bersemoga APAR tidak pernah
digunakan di sekolah.
Pelajaran memadamkan api memang tidak terselip dalam pembelajaran di dalam kelas.
Sehingga butuh waktu khusus mengadakan simulasi pemadaman api. Langkah awal
menghadapi api adalah pengetahuan dan membangun kepercayaan diri bahwa api bisa
ditaklukkan dengan sedikit keberanian.